Diterbikan pada: 11 Oktober 2025
Kupang, 11 Oktober 2025 – Kabar baik datang dari Nusa Tenggara Timur di mana capaian yang membanggakan tentang praktik penguatan karakter berhasil menorehkan prestasi melampaui target. Pelaksana tugas (Plt.) Kepala BPMP Provinsi NTT, Irfan Karim, menyebut bahwa lebih dari 20 persen dari total 14.800 sekolah di provinsi ini telah mengimplementasikan praktik penguatan karakter, melampaui target pengimbasan nasional. “Sebagai perpanjangan tangan Kemendikdasmen, kami menempatkan penguatan karakter sebagai prioritas utama. Pembentukan karakter yang kuat adalah fondasi menghadapi tantangan global dan mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045,” ujarnya. Ambrosius juga mengingatkan agar ketegasan guru tidak selalu dimaknai negatif. “Hukuman fisik tidak boleh, tetapi penegasan disiplin seperti berdiri di depan kelas atau menunda kenaikan kelas adalah bagian dari pembelajaran karakter. Jangan hanya demi naik kelas anak dipindahkan ke sekolah lain, karena anak tidak belajar dari kesalahannya,” ujarnya. “Selama ini kami hanya mengatur jam masuk, bukan kapan anak harus tidur atau bangun. Namun, setelah menyadari bahwa gerakan ini bagian dari Penguatan Pendidikan Karakter dan mendukung Delapan Dimensi Profil Lulusan, kami mulai bergerak,” katanya. Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat #PendidikanBermutuuntukSemua
Ia menambahkan, percepatan kebijakan turunan di tingkat daerah, keterlibatan komite sekolah dan komunitas, serta partisipasi keluarga menjadi kunci agar capaian ini tidak berhenti pada angka, tetapi tumbuh menjadi budaya.
Kerja besar membangun bangsa dimulai dari ruang kelas, dari gerakan kecil di rumah, hingga percakapan di ruang publik. Penggalan kalimat tersebut cocok merefleksikan pemikiran Kepala Dinas Pendidikan Provinsi NTT, Ambrosius Kodo yang menekankan bahwa pendidikan karakter harus dimulai sejak jenjang dasar. “Saya mengibaratkan, kalau membuat mobil, konstruksinya harus benar sejak awal. Kalau dari hulu sudah salah, kami di SMA/SMK sulit memperbaiki,” ujarnya dalam kegiatan Fasilitasi dan Advokasi Kebijakan Penguatan Karakter, di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Selasa (8/10).
Lebih lanjut, Ambrosius menegaskan bahwa akademik bisa ditopang sekolah, tetapi karakter sebagian besar terbentuk dari keluarga. Karena itu, ia mengingatkan agar orang tua tidak sekadar menitipkan anak ke sekolah. “Kalau guru menetapkan jam belajar pukul tujuh malam, jangan justru anak disuruh ke kios. Dukungan keluarga sangat penting,” katanya.
Untuk memperkuat ekosistem belajar, Ambrosius merancang konsep jam belajar masyarakat. Pada jam tertentu, musik dikecilkan dan aktivitas lingkungan ditahan sementara agar anak-anak dapat belajar dengan tenang. Baginya, karakter adalah keterampilan universal yang lebih berharga dibanding sekadar kepintaran. “Orang bisa pintar, tapi kalau tidak jujur atau culas, tidak ada gunanya. Sebaliknya, orang yang ramah dan jujur bisa dilatih kemampuan teknisnya,” tegasnya.
Cerita inspiratif juga datang dari sekolah. Novi Adriana Riwu, Kepala SD Inpres Noelbaki di Kabupaten Kupang, menceritakan bagaimana sekolahnya mengintegrasikan Gerakan Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat dalam keseharian siswa. Awalnya ia mengira kebiasaan seperti tidur cepat atau bangun pagi adalah urusan keluarga, bukan sekolah.
Dengan berpegang pada prinsip berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan, Novi menyampaikan bahwa SD Inpres Noelbaki meluncurkan inisiatif Satgas Sahabat Sekolah Dasar. Lima siswa kelas empat dan lima dipilih sebagai duta karakter. Mereka bukan hanya menggerakkan teman sebaya, tetapi juga mengkampanyekan kebiasaan baik kepada orang tua.
“Menariknya, ketika kampanye datang dari anak-anak, respons orang tua jauh lebih kuat dibandingkan jika dari guru,” kata Novi. Inisiatif ini bahkan mengantarkan sekolahnya meraih juara nasional dalam kompetisi praktik baik pendidikan karakter, sebuah pencapaian yang membuat anak-anak merasa suaranya diakui.
Kisah sukses di atas mencerminkan capaian pembelajaran sukses dicapai berkat kerja sama catur pusat pendidikan, yaitu sekolah, keluarga, masyarakat, dan media. “Kalau dulu kita bicara Tri Pusat Pendidikan, kini kita tambahkan satu pilar penting yaitu media. Kehadiran media sangat menentukan untuk membanjiri ruang publik dengan hal-hal positif,” ucap Kepala Pusat Penguatan Karakter, Rusprita Putri Utami.
Capaian NTT yang melampaui target pengimbasan sekolah diharapkan menjadi inspirasi bagi daerah lain. Namun lebih dari itu, kegiatan ini menyampaikan pesan reflektif: pendidikan karakter adalah warisan yang harus dijaga, agar anak-anak Indonesia tumbuh bukan hanya sebagai generasi yang cerdas, tetapi juga generasi yang memiliki hati yang kokoh dan jiwa yang penuh empati. Dari Kupang, api kecil itu dinyalakan—dan diharapkan menyala hingga ke seluruh penjuru nusantara, menuntun bangsa menuju Indonesia Emas 2045.
Membangun karakter anak bangsa tidak bisa dibebankan pada satu pihak saja. Sekolah membutuhkan dukungan keluarga, keluarga membutuhkan lingkungan yang kondusif, dan semuanya harus ditopang media yang bertanggung jawab. Dari timur Indonesia, pesan itu bergema: generasi emas tidak lahir dari kecerdasan semata, melainkan dari pembiasaan baik yang dijaga bersama. “Generasi emas tidak lahir dari kecerdasan semata, tetapi dari karakter yang ditempa setiap hari,” pungkas Rusprita.*** (Penulis & Dokumentasi: Tim Puspeka, Rayhan/Editor: Denty A., Seno H.)
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah
Laman: kemendikdasmen.go.id
X: x.com/Kemdikdasmen
Instagram: instagram.com/kemendikdasmen
Facebook: facebook.com/kemendikdasmen
YouTube: KEMDIKDASMEN
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemendikdasmen.go.id
Siaran Pers Kemendikdasmen: kemendikdasmen.go.id/pencarian/siaran-pers
#KemendikdasmenRamah
Penulis: Denty Anugrahmawaty
Editor: Denty Anugrahmawaty
PaudDikdasmen
BSKAP
Guru Sekolah Kejuruan
Sekolah Kejuruan
Dinas Pendidikan
Ruang GTK
Ruang Sekolah
Ruang Orang Tua
Ruang Pemerintah
Ruang Mitra
Ruang Publik
Ruang Bahasa
GTK
Sekjen
Guru PAUD
Guru Dikdasmen
Sekolah PAUD
Sekolah Dikdasmen
Mitra Dikdasmen
Orang Tua
Sastrawan
Pegiat Literasi