Diterbitkan pada: 08/12/2025
Bontang, Kemendikdasmen – Di area bengkel praktik pengelasan Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Sasana Widya, sekelompok anak muda tekun menajamkan keterampilan yang bisa membuka peluang kerja di industri. Banyak peserta berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi terbatas, beberapa menyelesaikan pendidikan melalui jalur nonformal, dan ada pula yang belum menemukan pekerjaan layak setelah lulus sekolah. Melalui Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK), program bantuan pemerintah untuk peserta usia 17-25 tahun yang tidak melanjutkan pendidikan, kesulitan mencari kerja, atau kurang mampu secara finansial, mereka mendapat kesempatan membangun harapan dan masa depan yang lebih pasti. Salah satu peserta PKK angkatan 2025 di LKP Sasana Widya, Mohamad Salman Adib Siddik, 22 tahun, baru sebulan berlatih namun sudah merasakan perubahan dalam kemampuan dan kepercayaan dirinya. Dengan latar belakang pendidikan nonformal dan keinginan membangun karir yang lebih jelas, Adib melihat PKK sebagai kesempatan untuk memulai langkah baru. “Materinya bertahap dan mudah dipahami. Cocok untuk pemula yang belum mengerti pengelasan,” kata Adib, Sabtu (6/12). Lingkungan belajar yang kompetitif tetapi suportif juga membuatnya cepat berkembang. Dia berharap kuota pelatihan bisa diperluas agar semakin banyak pemuda mendapat akses serupa dan manfaat faslitas dari program pemerintah. Di antara peserta, untuk pertama kalinya program PKK untuk juru las ini memiliki dua peserta perempuan. Salah satunya Sulfi Kamadani, 19 tahun, yang berasal dari keluarga petani di Kutai Kartanegara. Sulfi datang ke Bontang dengan satu tujuan yaitu untuk membuktikan bahwa perempuan juga mampu berkarya di bidang yang selama ini dianggap dominan laki-laki. “Awalnya cuma mencoba, tapi ternyata pengelasan itu seru, menantang, dan saya happy terus selama pelatihan,” ujar Sulfi. Sulfi mengetahui informasi PKK ini dari temannya yang sudah bekerja sebagai juru las. Ia sempat ragu karena kuota terbatas dan pendaftar sangat banyak. Namun ketika dinyatakan lolos seleksi, ia dan keluarganya sangat bersyukur. Selama pelatihan, ia justru merasa sangat menikmati proses belajar. Materi yang mudah dipahami, instruktur yang sabar, dan lingkungan kelas yang suportif membuatnya percaya diri dengan hasil lasnya. Sementara itu, Lulusan PKK angkatan 2023, Dehan Samuel Moga, kini memasuki tahun kedua bekerja sebagai juru las di PT Kaltim Prima Coal (KPC). Perjalanannya mencerminkan bagaimana pelatihan PKK dapat membuka akses bagi pemuda yang sebelumnya tidak memiliki dasar keterampilan pengelasan. “Masuk ke dunia tambang tuh ada happy-nya, ada susahnya juga, karena kan buat terjun. Kalau buat welder sih saya minat karena sudah jadi hobi, sudah beradu skill. Apalagi kalau misalkan masuk ke dunia pengelasan, adu skill sama teman-teman. Pengalaman juga bertambah,” ujar Dehan. Dehan menggambarkan kontras antara suasana pelatihan dan tekanan pekerjaan yang sesungguhnya, “Kalau dari LKP kan masih bisa tanya-tanya teman. Kalau ini (tes masuk kerja) kita nggak bisa tanya-tanya. Kita harus maksimal biar hasil tes bagus dan diterima perusahaan. Kan ini perusahaan besar. Jadi nggak bisa sembarangan. Itu deg-degan parah, kemarin sampai keringat dingin,” tuturnya. Selain pengalaman teknis, dampak ekonominya signifikan. Gaji tetap membuat Dehan dapat membantu kuliah adik-adiknya dan mendukung keluarganya, sebuah mobilitas sosial yang terwujud setelah mengikuti PKK. Sedangkan Aji Kresna Mehdi Syam, 22 tahun, mengaku tidak percaya bahwa seseorang tanpa dasar keterampilan bisa langsung diterima bekerja setelah mengikuti pelatihan. “Awalnya cuma mikirnya pelatihan biasa. Ternyata materi dan pengarahan benar-benar dikasih supaya cepat bisa. Setelah lulus, langsung dapat pekerjaan. Alhamdulillah banget, senang,” ujar Aji. Aji juga merasakan perbedaan besar antara suasana pelatihan dan tes rekrutmen industri, “Untuk materi sama saja. Tapi kalau tes kerja itu lebih deg-degan, karena hasil kita menentukan masuk atau enggak. Dan pesertanya bukan cuma dari LKP kita, tapi dari BLK dan kota lain,” tambahnya. Gaji pertamanya yang jauh lebih tinggi dibanding pekerjaan sebelumnya di sektor kuliner membuatnya bersyukur bisa membantu keluarganya. Serupa dengan teman-temannya, Adam Wahyudi, 26 tahun, yang pendiam, juga mengawali karir sebagai juru las dari nol. “Kalau ujian tes kerjanya sama seperti saat di pelatihan. Deg-degan karena pertama kali tes masuk kerja di dunia pengelasan. Cara mengatasi ya adaptasi, tanya ke senior,” kata Adam. Gaji penuh pertamanya, sekitar 8-9 juta rupiah, ia berikan untuk membantu orang tua. Adam juga menegaskan pentingnya niat bagi siapa pun yang ingin mengikuti program PKK. “Yang dibutuhkan itu niat, kalau nggak ada niat, hanya setengah-setengah, itu sayang sekali,” tambahnya. Pelatihan Relevan dan Fasilitas Standar Industri Di balik keberhasilan para lulusan ini, ada peran instruktur seperti Mawardi, praktisi dengan pengalaman 25 tahun di industri. “Pengelasan itu motorik. Semua siswa bisa menguasai, tapi kecepatan belajarnya berbeda-beda. Kuncinya praktik tanpa batasan elektroda dan memanfaatkan waktu belajar semaksimal mungkin,” ujarnya. Sebagai lembaga yang berdiri sejak 2015, LKP Sasana Widya telah berkembang menjadi salah satu pusat pelatihan pengelasan paling diminati di Bontang, Kalimantan Timur. Elok Erma Arviari, Kepala LKP Sasana Widya, menegaskan bahwa tingginya minat masyarakat tercermin dari jumlah pendaftar yang selalu melebihi kuota. “Untuk PKK tahun ini saja, pendaftarnya sampai 128 orang hanya dalam dua hari. Minat masyarakat luar biasa, sementara kuotanya terbatas,” ungkapnya. Saat ini, Sasana Widya melatih peserta hingga sertifikasi 6G, standar tertinggi untuk pengelasan pipa industri. Tujuannya jelas bahwa lulusan harus bisa bersaing di sektor tambang dan migas yang membutuhkan kompetensi tinggi. “Kami melatih sampai level 6G supaya mereka punya daya saing. Banyak perusahaan, termasuk area Pupuk Kaltim, butuh welder level 6G,” ujarnya. Kolaborasi dengan Industri: Peran DPP dalam Pembinaan Tenaga Kerja Sejak 2023, LKP Sasana Widya berkolaborasi dengan PT. Dian Pandu Pratama (DPP) untuk penyaluran tenaga kerja ke perusahaan tambang dan fabrikasi. Menurut Nanda, koordinator DPP, kebutuhan juru las saat itu mencapai ratusan orang. “Saat itu di 2023 kami butuh hampir 300 welder. Kami krisis CV welder bersertifikat. Sasana Widya membantu mengisi kekosongan itu,” terangnya. DPP tidak hanya menyalurkan lulusan, tetapi juga melakukan pembinaan komprehensif. “Kami tidak melepas manpower begitu saja. Setiap bulan kami review attendance, attitude, quality. Ada safety talk mingguan, sambung rasa bulanan, sampai coaching dan counseling,” ujarnya. Rizky, koordinator area Kaliorang, menambahkan, “Yang paling saya lihat dari calon pekerja itu etiketnya. Anak-anak Sasana Widya cukup perform, mudah diarahkan, dan disiplin.” DPP juga memberikan umpan balik terkait kurikulum, termasuk kebutuhan membaca gambar dan teknik las 4G FCAW (Flux-Cored Arc Welding) dan LKP Sasana Widya langsung merespons. “Kami beri masukan, dan Bu Elok langsung update kurikulumnya sesuai kebutuhan industri,” ujar Nanda. Dampak Sosial-Ekonomi: Mobilitas untuk Keluarga Pekerja Muda Cerita para lulusan menunjukkan bagaimana PKK membuka kesempatan ekonomi baru bagi keluarga pekerja muda. Dehan bisa membantu biaya kuliah dua adiknya. Aji dapat mendukung kakak dan adiknya. Adam bangga memberi gaji pertama kepada orang tua. Melalui sinergi pemerintah, lembaga pelatihan, dan industri, PKK menjadi salah satu bukti bahwa kolaborasi dapat membuka jalan bagi anak muda untuk memasuki dunia kerja dengan keterampilan yang relevan. Program ini selaras dengan prinsip Partisipasi Semesta, memperkuat pemerataan kesempatan, dan mewujudkan pendidikan vokasi yang benar-benar berdampak pada kehidupan peserta dan keluarga mereka. (Penulis: Rany/Editor: BKHM)
Penulis: Rany Larasari
Editor: Denty Anugrahmawaty